Kamis, 23 Juni 2011

PKS Tolak Permintaan KPK

Hukum & Kriminal / Kamis, 23 Juni 2011 16:07 WIB

Metrotvnews.com, Jakarta: Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menolak desakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar pro-aktif mendorong kadernya, Adang Daradjatun, membujuk tersangka cek perjalanan pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia tahun 2004, Nunun Nurbaeti, pulang ke Indonesia. Tugas KPK menyelidiki, menangkap dan menvonis pelaku korupsi.

"Ketika KPK tidak mampu, jangan wilayah kotor ini dilebarin, sehingga tetangga diajak membersihkan. Saya melihat begitu," ujar Wakil Sekjen PKS Mahfudz Siddiq saat ditemui di gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Kamis(23/6/).

Menurut Mahfudz, ia tidak yakin KPK tidak tahu keberadaan Nunun Nurbaeti. Pasalnya, lembaga anti-kroupsi itu memiliki alat penyadap paling canggih. Karena itulah PKS meminta KPK tidak melebarkan kasus itu.

"Bukan tidak peduli, saya khawatir KPK melebarkan persoalan. Saya yakin KPK itu tahu, persoalannya mau atau tidak," jelas Mahfudz. PKS sendiri, lanjut Mahfudz, hanya memberikan arahan dan tidak mau mencampuri proses hukum.

"Sikap PKS sudah jelas. Pak Adang kemudian mengatakan proses hukum harus dijalankan dengan benar. Kita menjelaskan sikap hukum sudah. Saya khawatir saja ini dibikin muter-muter nggak keruan karena ada sesuatu yang tidak bisa diterobos KPK," kata dia.

Sementara itu, anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKS Nasir Jamil meminta KPK jangan melempar tanggungjawab dan cuci tangan. Kasus hukum yang melilit Nunun sepenuhnya menjadi urusan Adang.

"Jadi, keliru kalau KPK minta PKS mendesak Pak Adang agar menjemput Nunun," kata Nasir. PKS, lanjut Nasir, menghormati sikap Adang tersebut. Apalagi, Nasir melihat KPK terkesan ingin memaksakan kehendaknya.

"KPK sepertinya tidak percaya diri dalam menghadapi Bu Nunun. Ini terjadi karena ada persoalan internal di tubuh KPK saat menangani kasus Bu Nunun," tandas Nasir Jamil. (Andhini)

sumber : http://www.metrotvnews.com/metromain/news/2011/06/23/55674/PKS-Tolak-Permintaan-KPK

PKS: KPK Jangan Lebarkan Kasus Nunun

KPK saat ini telah dilengkapi dengan alat penyadap paling canggih.
Kamis, 23 Juni 2011, 16:05 WIB
Muhammad Hasits, Syahrul Ansyari
Mahfudz Siddiq (VIVAnews/ Tri Saputro)

VIVAnews - Komisi Pemeberantasan Korupsi telah meminta PKS untuk membujuk Adang Daradjatun agar bersedia membawa pulang istrinya, Nunun Nurbaeti ke Indonesia. Permintaan itu disampaikan oleh Ketua KPK, Busyro Muqoddas.

Namun, permintaan itu ditanggapi dingin oleh PKS. Menurut Wakil Sekjen PKS, Mahfudz Siddiq, KPK sebaiknya tidak melebarkan kasus Nunun ke wilayah lain. Dia menegaskan, bila KPK mengkait-kaitkan PKS dengan Adang karena suami Nunun, itu tidak tepat.

"Ada satu area kotor, lalu ada orang ditugaskan membersihkan, yang bertugas KPK yang diberikan mandat. Mau menyelidiki, menangkap, memvonis, tugas KPK. Ketika KPK tidak mampu jangan wilayah kotor ini dilebarin sehingga tetangga di ajak membersihkan," kata Mahfudz di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis, 23 Juni 2011.

Mahfudz justru menyangsikan lembaga sebesar KPK yang dipimpin oleh Busyro itu tidak mengetahui keberadaan Nunun. Sebab, KPK saat ini telah dilengkapi dengan alat penyadap paling canggih.

"Polisi saja kalah. PKS meminta KPK tidak melebarkan yang itu bukan tugasnya," jelasnya.

Menurut dia, PKS bukan berarti tidak perduli dengan kasus Nunun. PKS, kata dia, tetap mendukung pemberantasan korupsi.

"Bukan tidak peduli, saya khawatir KPK melebarkan persoalan. Saya yakin KPK itu tahu, persoalannya mau atau tidak. Saya yakin ada kendala tertentu, yang tidak bisa ditembus oleh KPK," jawabnya. (eh)

• VIVAnews

PKS: Satgas TKI Buang-buang Waktu

Kajian soal TKI sudah banyak dimiliki oleh lembaga yang telah ada.
Kamis, 23 Juni 2011, 18:56 WIB
Eko Huda S, Syahrul Ansyari
Politisi PKS Mahfudz Siddiq (VIVAnews/ Tri Saputro)

VIVAnews - Wakil Sekretaris Jenderal Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mahfudz Siddiq mengatakan pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Tenaga Kerja Indonesia hanya membuang-buang waktu. Kajian terkait TKI, kata dia, sudah banyak dimiliki Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia.

"Kalau dibikin satgas lagi untuk mengkaji ini sebenarnya buang-buang waktu. Ini akan mengulur-ulur waktu, yang semestinya bisa kita percepat," kata Mahfud saat ditemui DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis 23 Juni 2011.

Menurut dia, yang terpenting saat ini adalah baik DPR maupun pemerintah duduk bersama untuk merumuskan formula yang tepat dalam menangani problem-problem TKI di luar negeri.

"Sampai kemudian kita bisa pastikan oke, sistem sudah bagus kalau perlu undang-undangnya direvisi, baru setelah itu kita bersepakat kembali, mencabut moratorium. Jadi kalau tim lagi, satgas lagi segala macem panjang lagi ceritanya," kata Mahfudz.

Sementara, anggota komisi I, Lily Wahid menegaskan pemerintah tidak perlu membentuk satgas TKI. Menurutnya, lembaga untuk menangani TKI sebenarnya sudah cukup banyak.

"Buat apa ada menteri, BNP2TKI, kalau masih dibentuk satgas, ganti aja menterinya. Masih banyak yang mau ngurus buruh dengan benar. Bukan hanya mengutip uang mereka," terangnya.

Sebelumnya, Menakertrans, Muhaimin Iskandar mengatakan tugas dan kewenangan satgas ini tak akan bertabrakan dengan lembaga lain. Pasalnya, tugas satgas ini hanya untuk menangani masalah WNI yang terancam hukuman mati di luar negeri.

• VIVAnews

Ada Partai yang Sengaja Hambat Revisi UU Pemilu

Penulis : Nurulia Juwita Sari
Kamis, 23 Juni 2011 21:46 WIB




JAKARTA--MICOM:
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menilai ada partai-partai tertentu yang sengaja menghambat proses revisi Undang-Undang Pemilu. Upaya ini dilakukan agar partai-partai lain tidak mempunyai cukup waktu untuk mempersiapkan diri menghadapi pemilu. Hal tersebut dikemukakan Wasekjen PKS Mahfudz Siddiq, saat ditemui di kompleks parlemen, Jakarta, Kamis (23/6).

"Mengacu pada pengalaman masa lalu, masalah ambang batas parlemen ini pasti selesai di ujung-ujung, ada yang mendorong supaya ini diselesaikan semepet mungkin," ujarnya.

Menurut Mahfudz, penundaan ini bermotif politik. "Bisa saja ada parpol yang sengaja membuat waktu mepet. Sehingga partai lain tidak bisa mempersiapkan konsolidasi," imbuhnya.

Persoalan ambang batas parlemen ini membuat revisi UU Pemilu tertahan di Badan Legislasi. Partai Golkar, misalnya, menjadi partai yang paling ngotot agar angka 5% yang menjadi pendirian partai Golkar, yang dicantumkan dalam rumusan pasal 202 yang mengatur ambang batas parlemen.

Mahfudz menekankan, yang harus dikedepankan adalah menuntaskan revisi UU ini agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) bisa melakukan persiapan dan melaksanakan tahapan pemilu secara matang.

Pembahasan pasal-pasal penting dalam revisi UU Pemilu, tambah dia, sebaiknya dilakukan pada pembahasan bersama pemerintah. Ia mengaku tidak yakin, pembahasan di Sekretariat Gabungan (Setgab) oleh para pimpinan partai koalisi dapat menjadi solusi untuk memecah kebuntuan. Karena ini menyangkut nasib masing-masing partai.

"Mereka akan cenderung berpikir untuk mengamankan kepentingan partai masing-masing. Sebaiknya biarkan saja dibuat range, tapi dengan catatan, meskipun ini tidak lazim bahwa ini akan dilakukan pembahasan lanjutan," tukasnya. (Wta/OL-11)

sumber : http://www.mediaindonesia.com/read/2011/06/23/236806/284/1/Ada-Partai-yang-Sengaja-Hambat-Revisi-UU-Pemilu

Fraksi PKS Sambut Baik Pembentukan Panja Kasus Andi Nurpati

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Willy Widianto

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyambut baik dibentuknya Panitia Kerja (Panja) Penyimpangan Hasil Pemilu 2009 oleh Komisi II DPR.

Semua pihak yang berkait harus dipanggil termasuk orang-orang yang tahu dan punya data tentang kecurangan di KPU.

"Saya berharap dikembalikan kepada yang hak, mekanisme kita atur nanti. Aparat penegak hukum juga harus cepat tanggap apalagi ketua MK yang melaporkan," ujar Ketua Fraksi PKS, Mustafa Kamal saat ditemui di gedung DPR, Jakarta, Rabu(15/6/2011).

Menurut Mustafa, misteri hasil Pemilu 2009 sebenarnya ada di Komisi Pemilihan Umum.

"Kita ingin Panja segera menjernihkan persoalan. Misteri itu ada di KPU. Sekarang secara transparan untuk selesaikan semua pihak," jelasnya.

Ia juga berharap Panja tersebut tidak melebar kemana-mana. Kalaupun ada, maka harus disikapi secara politik.

"Kalau merembet ke yang lain, akan lebih besar dampaknya. Ada proses politik untuk menyelesaikan, kalau dilimpahkan ke hukum, tidak cukup. Penyelesaian politk tidak mengabaikan fakta-fakta hukum," ungkap Mustafa.

Seperti diketahui sebelumnya, Komisi II DPR RI sepakat untuk membentuk Panja guna menuntaskan laporan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD yang melaporkan mantan anggota KPU Andi Nurpati karena dugaan pemalsuan dokumen penetapan calon anggota DPR RI.

PKS Persilakan KPK Tangkap Nunun

Liputan6.com, Jakarta: Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq menuding Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak serius menangkap Nunun Nurbaeti, tersangka kasus cek pelawat pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia 2004 silam. Bila KPK serius, menurut Mahfudz, malam ini juga Nunun bisa ditangkap.

"Saya yakin KPK tahu Nunun itu di mana. Persoalannya mau atau tidak KPK Saya khawatir KPK melebarkan persoalan. Saya juga yakin ada kendala tertentu yang tidak bisa ditembus KPK," jelas Mahfudz dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (23/6).

Keinginan KPK meminta bantuan Adang Daradjatun, suami Nunun, menurut Mahfudz ada keinginan KPK melebarkan masalah. Sebab, menurut Mahfudz, tugas KPK-lah yang membersihkan, menangkap, dan memvonis para koruptor.

"Ketika KPK tidak mampu, jangan wilayah kotor dilebarin sehingga tetangga diajak membersihkan. Saya melihat KPK begitu," ujarnya. Karena itu, Mahfudz berharap KPK menggunakan alat penyadapnya yang canggih itu. Lantas, ia juga meminta agar tidak melebarkan masalah Nunun kepada PKS. Karena itu adalah tugas KPK. "ltu bukan tugasnya PKS, bukan kami tidak peduli," tambahnya lagi.(BJK/ANS)

Senin, 20 Juni 2011

PKS: Stop Pengiriman TKW Informal

20/6/2011 | 19 Rajab 1432 H | Hits: 278
Oleh: Tim dakwatuna.com

Mahfudz Siddiq (metrotvnews)

dakwatuna.com – Jakarta. Kasus tenaga kerja wanita yang dihukum pancung Sabtu (18/6/2011) di Arab Saudi, Ruyati binti Satubi, adalah sebuah gambaran problem yang kompleks tentang tenaga kerja Indonesia (TKI). Demikian dikatakan Wakil Sekjen DPP PKS, Mahfudz Siddiq, Minggu (19/6/2011).

Di sisi hilir, hal ini mengindikasikan persoalan diplomasi dan perlindungan WNI yang masih lemah. Namun di sisi hulu, menurut Mahfudz Siddiq, adalah lemahnya sistem perekrutan dan penempatan TKI. Jadi, Mahfudz menyarankan Kemenakertrans, BNP2TKI dan Kemlu harus dievaluasi. Kasus ini dianggapnya nyaris tidak jadi wacana dan agenda, seperti terabaikan.

“Sekali lagi saya mendesak penghentian pengiriman TKW sektor informal selama pemerintah belum tuntas benahi sistem perekrutan, pengiriman, penempatan, dan perlindungannya. Saudi dan Malaysia sampai dengan sekarang tetap tidak mau buat MoU G to G. Masih banyak peluang untuk TKI sektor formal,” Mahfud menandaskan.

Sebelumnya, lembaga swadaya masyarakat Migrant Care menilai hal tersebut keteledoran pemerintah dan mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk mengevaluasi semua lembaga terkait perlindungan TKI di luar negeri. Migrant Care juga mendesak agar dilakukan evaluasi kinerja (dan jika perlu pencopotan) terhadap para pejabat yang terkait dengan keteledoran kasus ini, seperti Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Menteri Luar Negeri, Kepala BNP2TKI, dan Duta Besar RI untuk Arab Saudi. (Tribunnews.com/Rachmat Hidayat)